Selasa, 22 Desember 2009

Hak Ulayat


Menteri Agraria / Kepala BPN
Peraturan Nomor : 5 tahun 1999 .
Tentang Pedoman Penyelesaian masalah Hukum Adat, Hak ulayat masyarakat dapat dipergunakan sebagai pedoman dalam daerah melaksanakan urusan pertanahan khususnya hubungan dengan masalah hak ulayat masyarakat, Hukum adat yang nyata – nyata masih ada di daerah yang bersangkutan dengan penyelesaian sebagai berikut :
Mengenai muatan lokal pokok dan maksud dikeluarkannya peralihan peraturan ini memuat kebijaksanaan yang memperjelas prinsif pengakuan terhadap “ Hak ulayat dan hak- hak serupa itu dari masyarakat, Hukum Adat “ sebagaimana di maksud dalam pasal 3 undang – undang nomor. 5 Tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok – pokok agraria ( Undang – Undang pokok Agraria ).
Kebijaksanaan tersebut meliputi :
yang
  1. Penyamaan Persepsi mengenai “ Hak Ulayat “ ( Pasal 1 ).
  2. Krateria dan penentuan masih adanya hak ulayat dan hak – hak yang serupa dan masyarakat Hukum Adat ( Pasal 2 dan Pasal 5 ).

PELAKSANAAN PENGUASAAN TANAH ULAYAT

Pasal 2
  1. Pelaksanaan hak ulayat sepanjang pada kenyataannya masih ada dilakukan oleh masyarakat Hukum Adat yang masih bersangkutan menurut ketentuan Hukum Adat setempat.
  2. Hak ulayat hukum adat dianggap masih ada apabila :
  • Terdapat sekelompok orang yang masih terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum tertentu yang mengakui dan menerapkan ketentuan – ketentuan persekutuan tersebut dalam kehidupannya sehari – hari.
  • Terdapat tanah ulayat tertentu yang menjadi lingkungan hidup para warga persekuatuan hukum tersebut dan tempatnya mengambil keperluan hidupnya sehari – hari.
  • Terdapat tatanan Hukum Adat mengenai pengurusan dan penggunaan tanah ulayat berlaku dan ditaati oleh para warga persekutuan hukum tersebut. yang

Pasal 3
Pelaksanaan hak ulayat masyarakat Hukum Adat sebagaimana dimaksud pada pasal 2 olehperseorangan dan Badan hukum dapat dilakukan terhadap bidang – bidang tanah yang pada saat ditetapkannya peraturan daerah ( PERDA ) sebagaimana dimaksud pasal 6 :
  1. Sudah dipunyai oleh perseorangan atau Badan Hukum dengan sesuatu hak atas tanah menurut Undang – Undang Pokok Agraria.
  2. Merupakan bidang – bidang tanah yang sudah diperoleh atau dibebaskan oleh Instansi Pemerintah, badan hukum atau perseorangan sesuai ketentuan dan tata cara yang berlaku.

Pasal 4
  1. Penguasaan Undang – Undang Tanah yang termasuk Tanah Ulayat sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 oleh perseorangan dan badan hukum dapat dilakukan :
  • Oleh warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan dengan hak penguasaan menurut ketentuan, hukum adatnya yang berlaku, yang apabila dikehendaki oleh pemegang haknya dapat didaftar sebagai hak atas tanah sesuai menurut ketentuanUndang – Undang Pokok Agraria ;
  • Oleh Instansi Pemerintah, badan hukum dan perseorangan bukan warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan dengan hak atas tanah menurut ketentuan Undang – Undang Pokok Agraria berdasarkan pemberian hak dari Negara setelah tanah tersebut dilepaskan oleh masyarakat hukum adat itu oleh warganya sesuai dengan ketentuan dan tata cara hukum ada pun yang berlaku.
  • Pelepasan Tanah Ulayat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (b) untuk keperluan Pertanian dan keperluan lain yang memerlukan hak guna usaha atau hakpakai, dapat dilakukan oleh masyarakat hukum adat dengan penyerahan penggunaan tanah untuk jangka waktu tertentu.

I. TENTANG HAK ULAYAT
Undang – Undang tentang hak ulayat No … Pasal 1858 memang sudah berjalan Cuma penjabaran oleh Kedemangan – Kedemangan Kota maupaun pedesaan sosialisasinya belum terpenuhi yang isinya sebagai berikut :
  1. Hukum adat tentang hak ulayat menerangkan tanah hutan kemasyarakat adalahdikuasai oleh Pemerintah sepenuhnya sesuai Undang – Undang dan peraturan yang berlaku.
  2. Hak ulayat yang berbunyi tentang tanah hutan kemasyarakatan yang diatur olehPemerintah sesuai Undang – Undang 1945 adalah Tanah hutan kemasyarakatan yang dikuasai oleh Desa masing – masing atau tata batas antara Desa dengan Desa lain. Serta pengembangan terhadap pengembangan pembangunan Desa.

II. MAKSUD DAN TUJUAN HUKUM ADAT TENTANG HAK ULAYAT.
  1. Sejak zaman leluhur sejak terjadinya peristiwa peristiwa – peristiwa bentrok yang berkepanjangan atau pertikaian antara suku – suku dayak pedalaman, sehingga terjadinya kesepakatan antara Tokoh – Tokoh masyarakat Dayak dari semua penjuruKampung – kampung akan mengadakan rapat Kepala Suku dan Damang – Damang di Tumbang Anoi sejak tahun 1894 adalah perdamaian antara Suku – Suku DayakKalimantan pada umumnya. /
  2. Penjelasan tentang hak ulayat yang diatur oleh hukum adat yang menyangkut, pohon-pohon besar yang dianggap keramat bagi Suku Dayak, sitas – sitas yang bersifat sakral, sandung – sandung / kuburan yang dikeramatkan, serta membuka hutan yang diberi tanda / sariang, hal ini berarti ada masyrakat yang ingin membuka lahan hutan untuk tujuan berladang atau berkebun. –
  3. Tutur kutak dari Nenek Moyang / Leluhur mengatakan hak ulayat sebenarnya menyangkut Hukum, Adat Dayak adalah dari sisi sungai dibunyikan sebuah gong, jika masih terdengar dari atas atau ke darat berarti itulah. Hak ulayat sesuai hukum adat dayak seluas ± 5 km.

Selasa, 17 November 2009

MINUM TUAK DAN PERJUDIAN

TENTANG MINUM TUAK DAN PERJUDIAN BUKAN SUATU TRADISI DAYAK.


1. MINUM TUAK / BARAM.

Kita sebagai anak dayak sangat menghormati Leluhur kita atau Tatu Hiang itah zaman huran. Hal minum – minuman keras seperti minum tuak/baram dalam mengadakan suatu pesta adat perkawinan adat dayak yang termasuk sampai pedalaman Kapuas kenyataan tidak dapat dipungkiri, seakan – akan hal ini merupakan suatu tradisi Budaya Dayak Kapuas. Namun fungsi minuman tuak/Baram sebenarnya haruslah dipandang dari segi fositifnya. Dimana makna yang sebenarnya tuak/baram bukanlah minuman untuk mabuk-mabukan melainkan sebagai minuman penyambut untuk memperlancar pembicaraan dalam suatu pesta perkawinan adat ataupun acara lainnya, hingga semakin memperhangat persahabatan dan persaudaraan seperti hangatnya minuman tuak/baram.

Sesuai kenyataan yang penulis dapati dalam menyelusuri sungai Kapuas disebelah Desa Danau Pantau Kec.Timpah Kabupaten Kapuas. Pada waktu itu ada acara perkawinan masyarakat Dayak Kapuas, dengan acara adat perkawinan Agama Kaharingan atau Agama Helu, juga diiringi dengan acara Balian selama 1 hari 1 malam yang beranggotakan 7 orang Basir Balian Menduduki sebuah Gong dan mendirikan batang sawang ( mampendeng batang sawang ) disebuah gong kedua mempelai tersebut memegang kayu sawang memang sudah merupakan suatu tradisi Adat Istiadat Suku Dayak Kapuas, hal ini perlu sekali kita angkat karena merupakan suatu Tradisi Seni dan Budaya Dayak Kapuas.


MINUMAN TUAK BUKAN SUATU TRADISI

  1. Kebanyakan pada suatu kampung pada zaman sekarang dalam mengadakan Pesta Perkawinan dan Pesta Adat lainnya, yang diutamakan minum-minuman Tuak / Baram dan selama para pemuda Dayak minum-minuman Tuak / Baram hingga tidak tau diri sampai mabuk, padahal hal ini sangat mengurangi citra kita sebagai Suku Dayak.
  2. Ayu itah sama – sama manyadar arep itah, ela mihup tuak/baram sampai babusau keleh itah mangangkat Adat Budaya itah sama – sama uka tau Hagatang Tarung je bahalap” artinya “ Mari kita bersama – sama menyadarkan diri kita masing – masing, jangan minum tuak/baram sampai mabuk, lebih baik kita angkat Adat Budaya kita supaya mendapat kebaikan dalam keterbelakangan selama ini.
  3. Tuak / Baram apalagi minum yang banyak mengandung alkohol, terutama sangat mengganggu kesehatan kita dan jika minum jangan sekali-kali kita tidak dapat mengendalikan diri kita , kita yang harus mengendalikannya dan dalam bahasa kapuas ngajunya “ Amun itah mihup ela sama sinde danum Tuak / Baram je mengendali itah, je seharus itahlah je mengendali”.

2. PERJUDIAN DALAM HAL KEMATIAN, SUKU DAYAK.

  1. Sebenarnya dari ritual adat kematian dalam menunggu mayat seakan – akan perjudian sudah menjadi suatu tradisi, hal ini kami sebagai Anak Dayak sangat menyangkalnya karna dalam hal kematian hanya satu Tradisi Adat mengadakan Usik Liau atau Sepak Sawut bukan mengadakan permainan judi, kenyataan yang kita lihat yang mengadakan permainan judi semuanya bukan dari keluarga yang meninggal tetapi dari masyarakat luar / Desa lain.
  2. Dari Leluhur Penulis pernah menuturkan kepada anak cucunya, dalam Upacara Kematian atau pun Ritual Tiwah pada zaman dahulu tidak ada namanya perjudian didalam Hukum Adat ataupun Tradisi, bahkan hal itu sangat bertentangan dengan Hukum Adat dan Agama Helu, hanya yang biasa dilakukan Tradisi Adat Budaya adalah Sepak Sawut, Usik Liau dan Kasai Buring.

Kamis, 12 November 2009

PELAKSANAAN MANETEK PANTAN

Pantan bisa diartikan sebagai pohon penghalang atau kayu perintang, melakukan pemotongan pantan biasanya dipergunakan dalam menyambut tamu-tamu Pejabat atau tamu terhormat dari luar daerah atau menyambut para pahlawan yang baru pulang dari medan peperangan dengan membawa kemenangan.
Acara manetek pantan mengandung dua makna yaitu:
  1. Sebagai ungkapan kebanggaan dan suka cita.
  2. Adalah memotong, mengusir, menghalau firasat-firasat buruk , mimpi buruk , gangguan penghalang dan rintangan .
Sehingga para tamu yang memotong pantan selalu mendapat per perlindungan dari Pencipta Alam Semesta atau Yang Maha Kuasa, sehingga para tamu tadi mendapat kesehatan, diperpanjangkan umur, dimurahkan rejeki dan dalam menjalankan tugas mendapat kesuksesan.
Kalau dilihat dari Zaman dulu (Zaman Nenek Moyang), pantan yang akan dipotong tersebut ada bermacam-macam sebagai berikut:
  1. Pantan Haur (bambu) diperuntukkan penyambutan bagi orang yang baru pulang dari medan perang dengan membawa kemenangan dan pantan jenisnya mempergunakan Haur Kuning (Bambu Kuning).
  2. Pantan Balanga (Tajaw) akan dipergunakan pada saat mengadakan acara Perkawinan Adat, sebagai simbol Kebangsawanan atau status sosial.
  3. Pantan Garantung (Gong) tujuannya sama dengan mempergunakan Balanga (Tajaw).
  4. Pantan Bawi yaitu menggunakan para gadis remaja biasanya dilakukan pada waktu pesta perkawianan.
  5. Pantan Bahalai (kain Panjang) dipergunakan untuk para tamu Pejabat, orang terhormat status perempuan yang sulit menggunakan Mandau.
  6. Pantan Tewu (Tebu) dipergunakan pada acara kegiatan bergotong royong saat-saat panen atau mengerjakan ladang.
Hal ini perlu sekali dikembangkan demi mengangkat Seni Budaya Dayak, nilai-nilai leluhur Nenek Moyang, supaya tetap berurat berakar dimasyarakat Dayak khususnya dan menjalin suatu persatuan kesatuan suku, Bangsa Indonesia pada umumnya.

Selasa, 10 November 2009

Laluhan

PELAKSANAAN ACARA LALUHAN

KEGIATAN LALUHAN

Ada berapa jenis Laluhan yaitu:

1. Laluhan ada pada upacara Tiwah.

Laluhan ritual yang biasanya dilaksanakan pada saat upacara tiwah yaitu upacara kegiatan pengambilan tulang belulang seseorang yang sudah meninggal dunia

diambil dari lewu liau atau liang lahat dimasuk kembali kelewu tatau yang disebut sandung tempat tulang belulang yang berkaitan dengan kematian yang beragama Kaharingan / Agama Helu.

Laluhan berasal dari kata Laluh yang artinya pemberian ini diantar dengan menggunakan rakit atau angkutan air lainnya. Pemberian dimaksud merupakan ungkapan rasa kebersamaan atau gotong royong untuk mengurangi beban keluarga yang menyelenggarakan upacara tiwah dan dibayar pada saat pemberian menyelenggarakan Ritual Tiwah tersebut.

2. Laluhan pada upacara penyambutan kemenangan, pada waktu pulang dalam kemenangan berperang melawan musuh.

3. Laluhan sebagai tradisi suku Dayak menyambut kemenangan melawan beribu-ribu malam penyakit yang menimpa masyarakat kampung dan kota.

Pelaksanaan seni budaya dan suatu tradisi Dayak merupakan aset budaya daerah, dengan ditonton oleh seluruh masyarakat biasa menggunakan Kapal pery dan kelotok, kapal tersebut dihiasi berbagai macam tanaman yang sangat bermanfaat bagi masyarakat, hal ini menandakan kesejahtraan bagi masyarakat disektor Pertanian, perkebunan, dll.

Seperti yang diadakan di Kabupaten Kapuas setiap tahun yang baru-baru ini dilaksanakan tanggal 4 mei 2004. Merupakan suatu tradisi budaya Dayak Kapuas khususnya, dan sebagai Donatur Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas karena pengembangan budaya laluhan pada tiap tahun dilaksanakan, maka bisa kita artikan termasuk dalam seni dan budaya Dayak khususnya, ini sangat perlu sekali dikembangkan demi untuk peningkatan PAD (Pendapatan Asli Daerah) dalam sektor Pariwisata didalam maupuan diluar Negeri dan patut untuk dilestarikan sepanjang massa.

Pada acara kegiatan Laluhan tampak Mantan Bupati Kapuas ( Ir. H. BURHANUDIN ALI ) memeriahkan suatu tradisi Dayak / Budaya Laluhan, dengan memegang batang suli yang khusus dipergunakan untuk kegiatan laluhan dan disinilah kedua belah pihak saling melempar dengan tombak suli , sebagian ada di kapal peri dan sebagian di pelabuhan Rujab.

Mereka yang ada didalam kapal peri adalah ; Bapak-Bapak Pejabat tamu, yang diundang oleh Bupati Kapuas terdiri dari, Bupati Kotawaringin Timur, Kotawaringin Barat dan Bupati Kabupaten Pemekaran. Dan yang berada di pelabuhan Rujab ialah Bapak Bupati Kapuas beserta unsur-unsur Muspida dan masyarakat Dayak Kapuas, untuk diketahui bahwa kapal peri tersebut dihiasi dengan bermacam-macam buah-buahan, pohon kelapa, pisang dan lain-lain, hal ini menandakan kesejahteraan masyarakat Dayak Kapuas, khususnya di bidang hasil Perkebunan dan Pertanian.










Acara Kegiatan Laluhan

Tata Cara pelaksanaan kegiatan Laluhan oleh Para Sesupuh Dayak/Tokoh Masyarakat Dayak Kapuas yang merupakan suatu tradisi Budaya harus dilaksanakan oleh Masyarakat Dayak Kapuas khususnya, oleh Sesupuh Dayak dengan menggunakan sebatang Dohuk/ Tumbak , kapal peri tersebut di dorong ke arah laut beserta mengucapkan ; dengan berbahasa Kapuas,”Tuh gianku ikau mikeh tege je leket manarantang hung kapal peri je mimbit Bapak-Bapak Tamu Pejabat Daerah beken , kare rutas Dahiang baya Sampar Saribu Sasabutan Bitie”, yang artinya ; ku dorung kapal peri ini yang membawa Bapak tamu daerah Kota lain kearah laut, jika ada sial segala macam beribu-ribu macam penyakit yang menyertai Bapak-Bapak Tamu Pejabat tadi akan ditenggelamkan didalam laut. Hal ini merupakan suatu keyakinan Masyarakat Dayak.

Pelaksanaan kegiatan di mulai kapal Peri tersebut, dengan 3x putaran di sungai dan yang ke 3x-nya baru bisa melemparkan tombak kayu suli, yang masing-masing sudah di sediakan. Pada putaran ke 4x kapal peri tersebut bisa berlabuh di pelabuhan Rujab dan makna dari lempar-lemparan tombak kayu suli yang diartikan dari bahasa Kapuas tersebut diatas adalah,”memerangi segala rintangan dan beribu-ribu macam penyakit hawa nafsu dari manusia, akan di buang ke laut dan tidak akan mengganggu lagi, khususnya dari Kota Kabupaten Kapuas, bisa di kalahkan oleh masyarakat Dayak dengan melalui cara laluhan.

Dengan hakikatnya para tamu/Bapak Pejabat tadi membawa segala rejeki, keberuntungan bagi masyarakat Dayak khususnya Kota Kabupaten Kapuas umumnya.

Sabtu, 07 November 2009

mamapas lewu 2


PEMOTONGAN KURBAN SESAJIAN

Sesajian semua darah korban diambil dan disajikan untuk Raja Penyakit, supaya tidak mengganggu masyarakat Kab. Kapuas, juga untuk pendingin dari hawa panas.
Pemotongan dilakukan oleh seorang anggota atau pelaksana Balian.
Acara Pemotongan kurban 1 babi warna putih sesajian untuk orang gaib ( Pangantuhu ) / Buhei / bapa laut, sebelum di potong babi sesajian diberikan daun sirih, pinang, nasi, oleh pelaksana Balian baru kemudian pemotongan dilakukan.

Kurban 1 ekor babi warna hitam yaitu untuk orang gaib ( Kambe Hai ) yang menjaga Kab. Kapuas.
Sebelum di potong dipersiapkan terlebih dahulu daun sirih, pinang dan nasi, di berikan pada babi oleh Pelaksana Balian, untuk dimakan.
Pemotongan ayam warna putih, hitam dan tiga macam warna

Ayam warna bulu putih sesajian untuk ( nyai Undang) yaitu orang gaib ; sejarahnya dari kota Bataguh Kab. Kapuas. (Lihat lintasan sejarah di halaman akhir).
Ayam berwarna hitam sesajian untuk Antang Patahu ( penjelmaan dari seekor burung elang ).
Ayam tiga macam warna sesajian untuk Pampahilep
( orang gaib)

SESAJIAN UNTUK ORANG-ORANG ALAM GAIB


Para basir Balian memberi sesajian untuk sahut parapah Kab. Kapuas ( Pelindung ) artinya pelaksana ( Basir ) menyajikan sesajian untuk roh-roh orang gaib yang menjaga dan melindungi kota Kab. Kapuas dari ancaman semua penyakit, bencana alam dan lain-lain ( Ritual ). Sesajian ini terdiri dari kue-kue untuk roh-roh gaib beserta babi dan ayam yang disediakan khusus untuk roh-roh gaib.
Kemudian juga disertai dengan pengantaran sesajian ke Balai Basarah tempat sesajian.

D. ACARA MAMAPAS LEWU



Pelaksana acara mamapas lewu dengan memakai pakaian adat.

Pelaksanaan Mamapas Lewu Kab. Kapuas yang beriringan bertujuan membersihkan Kab. Kapuas dari segala macam penyakit, bencana alam serta kerusuhan yang telah terjadi hingga tidak akan terjadi lagi.
Dalam Bahasa Kapuas “ Mamapas kare ganan panyakit sampar saribu sasabutan biti bara lewu Kapuas “.

Dimulai dari Jl. Patih Rumbih menuju ;
a. Kantor PEMDA
b. Kantor DPRD
c. Dinas Instansi Jawatan
d. Pelabuhan Rumah Jabatan




PELAKSANAAN MAMAPAS LEWU / KOTA.

Tampak di gambar ini para pelaksana mamapas lewu dan tokoh-tokoh masyarakat Dayak Kapuas, T.E Toepak (wakil Bupati Kapuas) tahun 2004, dan juga diiringi oleh tokoh Dayak Kapuas Ngaju, melaksanakan kegiatan membersihkan atau menyapu segala macam penyakit dan penghalang dalam melaksanakan Pembangunan Daerah kita.



PELAKSANAAN AKHIR RITUAL MAMAPAS LEWU
KABUPATEN KAPUAS



Sesajian untuk ritual berakhir. Sesajian tersebut untuk roh-roh gaib / Nyaru (penjaga hujan dan petir), dalam hal ini para Balian memberi tahu bahwa ritual mamapas lewu selesai, maka setelah diambil kembali sesajian tersebut, hari akan hujan disertai dengan bunyi guntur.



Sabtu, 31 Oktober 2009

mamapas lewu 1



PELAKSANAAN ACARA MAMAPAS LEWU

A. MAKNA TUJUAN MAMAPAS LEWU

Dalam bahasa Dayak Kapuas Ngaju, mamapas artinya menyapu, dan Lewu berarti Kampung atau kota tempat tinggal manusia. Mamapas lewu diartikan sebagai upacara membersihkan kampung desa atau kota tempat tinggal, dengan kata lain mamapas lewu hampir sama pengertiannya dengan upacara Tolak Bala.

Mamapas lewu dilakukan karena adanya suatu peristiwa atau kejadian yang berhubungan dengan pembunuhan, ancaman keselamatan atau kejadian ditimpa musibah penyakit yang menimpa seluruh penduduk kampung atau kota, bisa juga sebagai pembayaran hajat (niat hajat jika tercapai keinginan), hal ini dilakukan karena adanya kepercayaan dan keyakinan bahwa penduduk setempat dapat terhindar dari berbagai gangguan, ancaman, malapetaka, penyakit dan sebagainya.

Sejak pada zaman dulu, pelaksanaan atau upacara ritual dilaksanakan oleh para Basir/ Balian yaitu orang yang tertentu yang mempunyai kemampuan untuk berhubungan dengan Roh-Roh Gaib penjaga alam, yang menurut keyakinan mereka adalah sebagai pelindung. Dalam berkomunikasi dengan Roh-Roh Gaib dengan menggunakan bahasa Sangiang atau bahasa khusus seperti contoh dibawah ini sebagai berikut :

“Tuh imapasku lewu Kapuas, mahapan kakawang papas uka hatalapas bara dahiang baya sampar saribu sasabutan biti uluh pantai danum kalunen.

“Tuh ayung-ayungku dawen sawangkak, maengkak rutas je hakang kulut bara peteh liau matei akan ketun pantai danum kalunen.

“Tuh hajamban kayu sawang gagar, manggagar kare ganan penyakit, dahiang rutas sampar saribu gangguan are balaku dengan danum karak mangarak sial kahawe bara lewu Kapuas.

Dan ini hanya bisa dilakukan oleh para Basir. Yang melaksanakan kegiatan Ritual adat suku Dayak bisa berpariasi jumlah orangnya, boleh lima orang atau tujuh orang dan tergantung dengan keinginan si pelaksana, sebab upacara ini tidak dilakukan oleh orang perorang tapi seluruh masyarakat dikampung atau dikota tersebut, juga pembiayaan ditanggung secara bersama-sama, bahasa Dayak Kapuasnya “Hapakat” dan waktu kegiatan ini bisa mencapai selama tiga hari.

B. JENIS-JENIS SESAJIAN YANG DISEDIAKAN

Sesajian babi hutan, babi putih, ayam bulu putih, bulu ayam warna hitam, bulu ayam tiga macam warna, dan empat puluh macam kue sesajian yang harus dipersembahkan yaitu untuk Roh-roh gaib penjaga kampung kota Kapuas .

Jadi Balian mamapas lewu ini kepentingannya untuk umum, seperti membersihkan beberapa kota yang pernah terjadi konflik (etnis) termasuk di Kuala Kapuas agar bisa menjadi tentram dan damai kembali sama artinya dengan upacara tolak bala.


C. ACARA BALIAN

Pelaksana balian memulai acara ( duduk di tempat menurut porsinya masing-masing sebanyak 7 orang dan dipimpin oleh 1 orang upu / pimpinan.

Pelaksana Balian adalah orang yang mempunyai kemampuan dan pengetahuan khusus, khususnya dalam melaksanakan acara balian ini.

Acara Balian ini merupakan acara dasar yang harus dilaksanakan sebelum acara mamapas lewu dilaksanakan, dan biasanya acara ini dilaksanakan selama tiga hari tiga malam yang diakhiri dengan acara mamapas lewu.

PEMANGGILAN SECARA RITUAL, ROH-ROH GAIB PENJAGA KAB. KAPUAS

Acara memanggil atau mengundang roh-roh alam gaib, khususnya yang menjaga kota Kab. Kapuas dari gangguan penyakit ataupun yang menjadi rintangan, pembuat bencana dll.

Acara ini memakan waktu dua malam penuh, disertai dengan pemberian sesajian untuk roh-roh gaib yang menjaga dan melindungi Kabupaten Kapuas.


PELAKSANA BALIAN MENGANTAR SESAJIAN KE ALUR SUNGAI / PELABUHAN RUJAB KAPUAS


Pelaksana Balian mengantar sesajian ke alur sungai / pelabuhan Rujab Kapuas untuk Raja penyakit dan ditenggelamkan ke dasar sungai. (dilakukan pada larut malam sekitar pukul. 02.00 WIB )

Acara ini merupakan bagian dari acara ritual Balian yang memiliki tujuan untuk menyampaikan suatu hal yang khusus disampaikan oleh pelaksana Balian.

Bahwa pelaksana Balian akan melaksanakan acara mamapas lewu.