Senin, 05 Oktober 2015
Kisah Perjalanan Menuju Puruk Bundang
Sabtu, 02 Januari 2010
DAMANG BAHANDANG BALAU
Konon ceritanya di daerah perkampungan Suku Dayak yang disebut Kampung Dadahup, termasuk daerah aliran sungai Barito dan masyarakatnya pada waktu itu masih belum mengenal dunia luar. Memang mereka pada asal mulanya berasal dari Tumbang Kapuas dari Betang Sei Pasah yang didirikan sekitar tahun 1836, sehingga dari keluarga Damang Bahandang Balau berangsur-angsur pindah dan bermukim / mendirikan suatu perkampungan yang disebut Kampung Dadahup.
Disinilah timbul legenda Damang Bahandang Balau yang artinya seorang Damang yang berambut warna merah memang sejak dari lahir. Damang Bahandang Balau adalah seorang petapa berambut panjang hingga kurang lebih 3 meter dan ia berilmu tinggi. Ia mempunyai Keris Pusaka kelok 3 berwarna keemasan pemberian orang gaib pada waktu bertapa, yang keampuhannya adalah bisa bernapas didalam air beberapa hari sesuai dengan keinginan yang dikehendakinya.
Disuatu hari pernah terjadi hal yang nyata pada waktu perkawinan Adik Damang Bahandang Balau yang bernama Nyai Mating seorang yang berparas cantik. Selesailah acara perkawinannya pada sore hari. Sore itu warna langit berwarna kekuning-kuningan. Turunlah mempelai perempuan (Nyai Mating) dari dalam rumah, karena dia telah mendengar suara memanggil-manggil namanya, seakan-akan dirinya telah terkena sirep(pengaruh) yang tidak wajar, dia keluar dari dalam rumah padahal sebelum diadakan perkawinan Adiknya, Damang Bahandang Balau sudah berpesan kepada adik dan iparnya, kata Damang Bahandang Balau “Jika telah selesai perkawinan nanti sebelum saya datang, supaya jangan sama sekali keluar dari dalam rumah”.maka gemparlah seisi rumah setelah mengetahui Nyai Mating menghilang.
Bersamaan dengan kejadian tersebut, seakan-akan Damang Bahandang Balau sudah mengetahui apa yang terjadi kepada adik kandungnya (Nyai Mating) maka dengan wajah yang tenang, Damang Bahandang Balau langsung mengeluarkan keris pusakanya serta mengangkat tangan dan kerisnya kearah dimana adiknya Nyai Mating itu menghilang, dan Damang Bahandang Balau langsung dengan keris pusakanya yang mengeluarkan sinar keemasan, menyelam kedalam air dan disaksikan oleh sanak saudaranya yang seakan-akan terbelah dua air yang dipijaknya.
Selama 3 hari 3 malam berada dialam gaib dibawah air. Disitulah Damang Bahandang Balau melihat mahluk air semacam manusia tetapi berkepala buaya serta kerajaan buaya yang Rajanya memakai pakaian berwarna keemasan.
Bersamaan hal itu Damang Bahandang Balau melihat adiknya dalam dekapan Raja Buaya yang memakai mahkota serta dikelilingi oleh Prajuritnya.
Dengan baik-baik Damang Bahandang Balau meminta adik kandungnya kepada Raja Buaya, karena tidak dituruti maka dengan geramnya Damang Bahandang Balau mengamuk dan membantai ratusan prajurit buaya. Melihat hal demikian maka Raja Buaya melerai para prajurinya dan berhentilah pertempuran tersebut. Maka berbicaralah Raja Buaya kepada Damang Bahandang Balau dan langsung menyerahkan adiknya kepada Damang Bahandang Balau, “Cuma saya minta supaya dari anak cucu kita nanti jangan sampai bermusuhan”. Kata Raja Buaya.
Setelah pembicaraan dan permintaan Raja Buaya selesai, tanpa banyak bicara Damang Bahandang Balau langsung membawa adiknya (Nyai Mating) keluar dari dalam air atau alam gaib dibawah air dan munculnya tepat ditempat asalnya turun. Melihat kembalinya Damang Bahandang Balau dan adiknya, sanak saudaranya menyambut dengan rasa gembira .
Setelah dialam manusia, terkejutlah Damang Bahandang Balau dan adiknya ketika melihat banyaknya bangkai buaya, kemudian diperintahkannya ipar dan saudar-saudaranya untuk membuat lubang yang cukup besar, ke arah hulu dari Kampung Dadahup, tempat menguburkan bangkai-bangkai buaya. Setelah selesainya penguburan itu dan berangsur-angsur pula saudara-saudara Damang Bahandang Balau berminat untuk mendirikan satu perkampungan yang dinamakan oleh mereka yaitu Kampung Tambak Bajai, sehingga sampai Zaman sekarang telah menjadi sebuah Desa Tambak Bajai.
Foto Sei Dadahup
Dalam bukti legenda tersebut, terdapat suatu peninggalan berupa rambut 7 helai yang panjangnya 3 meter berwarna merah, bukti tersebut masih ada dari turunan Damang Bahandang Balau yang disimpan oleh warga Telekung Punei yang termasuk dalam wilayah Dadahup Kec.Kapuas Murung Kab.Kapuas (Kalteng), konon cerita dari rambut tersebut diambil dari dalam kuburan Damang Bahandang Balau tepatnya pada waktu mengadakan Ritual Tiwah setelah pembongkaran kuburan Damang Bahandang Balau.
Pada saat pembongkaran, papan-papan kuburannya yang terbuat dari kayu pantung atau jelutung yang sudah bertahun-tahun dalam keadaaan tidak rusak, namun anehnya semua tulang-tulang yang akan diambil menggaib, hanya tersisa rambut sebanyak 7 helai saja dan letaknya pun seperti diatur terlebih dulu, dan hingga sampai sekarang barang bukti tersebut masih ada. (Nara sumber : Duyen Apil Alm)
Selasa, 22 Desember 2009
Hak Ulayat
Peraturan Nomor : 5 tahun 1999 .
Tentang Pedoman Penyelesaian masalah Hukum Adat, Hak ulayat masyarakat dapat dipergunakan sebagai pedoman dalam daerah melaksanakan urusan pertanahan khususnya hubungan dengan masalah hak ulayat masyarakat, Hukum adat yang nyata – nyata masih ada di daerah yang bersangkutan dengan penyelesaian sebagai berikut :
Mengenai muatan lokal pokok dan maksud dikeluarkannya peralihan peraturan ini memuat kebijaksanaan yang memperjelas prinsif pengakuan terhadap “ Hak ulayat dan hak- hak serupa itu dari masyarakat, Hukum Adat “ sebagaimana di maksud dalam pasal 3 undang – undang nomor. 5 Tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok – pokok agraria ( Undang – Undang pokok Agraria ).
Kebijaksanaan tersebut meliputi :
yang
- Penyamaan Persepsi mengenai “ Hak Ulayat “ ( Pasal 1 ).
- Krateria dan penentuan masih adanya hak ulayat dan hak – hak yang serupa dan masyarakat Hukum Adat ( Pasal 2 dan Pasal 5 ).
PELAKSANAAN PENGUASAAN TANAH ULAYAT
Pasal 2
- Pelaksanaan hak ulayat sepanjang pada kenyataannya masih ada dilakukan oleh masyarakat Hukum Adat yang masih bersangkutan menurut ketentuan Hukum Adat setempat.
- Hak ulayat hukum adat dianggap masih ada apabila :
- Terdapat sekelompok orang yang masih terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum tertentu yang mengakui dan menerapkan ketentuan – ketentuan persekutuan tersebut dalam kehidupannya sehari – hari.
- Terdapat tanah ulayat tertentu yang menjadi lingkungan hidup para warga persekuatuan hukum tersebut dan tempatnya mengambil keperluan hidupnya sehari – hari.
- Terdapat tatanan Hukum Adat mengenai pengurusan dan penggunaan tanah ulayat berlaku dan ditaati oleh para warga persekutuan hukum tersebut. yang
Pasal 3
Pelaksanaan hak ulayat masyarakat Hukum Adat sebagaimana dimaksud pada pasal 2 olehperseorangan dan Badan hukum dapat dilakukan terhadap bidang – bidang tanah yang pada saat ditetapkannya peraturan daerah ( PERDA ) sebagaimana dimaksud pasal 6 :
- Sudah dipunyai oleh perseorangan atau Badan Hukum dengan sesuatu hak atas tanah menurut Undang – Undang Pokok Agraria.
- Merupakan bidang – bidang tanah yang sudah diperoleh atau dibebaskan oleh Instansi Pemerintah, badan hukum atau perseorangan sesuai ketentuan dan tata cara yang berlaku.
Pasal 4
- Penguasaan Undang – Undang Tanah yang termasuk Tanah Ulayat sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 oleh perseorangan dan badan hukum dapat dilakukan :
- Oleh warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan dengan hak penguasaan menurut ketentuan, hukum adatnya yang berlaku, yang apabila dikehendaki oleh pemegang haknya dapat didaftar sebagai hak atas tanah sesuai menurut ketentuanUndang – Undang Pokok Agraria ;
- Oleh Instansi Pemerintah, badan hukum dan perseorangan bukan warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan dengan hak atas tanah menurut ketentuan Undang – Undang Pokok Agraria berdasarkan pemberian hak dari Negara setelah tanah tersebut dilepaskan oleh masyarakat hukum adat itu oleh warganya sesuai dengan ketentuan dan tata cara hukum ada pun yang berlaku.
- Pelepasan Tanah Ulayat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (b) untuk keperluan Pertanian dan keperluan lain yang memerlukan hak guna usaha atau hakpakai, dapat dilakukan oleh masyarakat hukum adat dengan penyerahan penggunaan tanah untuk jangka waktu tertentu.
I. TENTANG HAK ULAYAT
Undang – Undang tentang hak ulayat No … Pasal 1858 memang sudah berjalan Cuma penjabaran oleh Kedemangan – Kedemangan Kota maupaun pedesaan sosialisasinya belum terpenuhi yang isinya sebagai berikut :
- Hukum adat tentang hak ulayat menerangkan tanah hutan kemasyarakat adalahdikuasai oleh Pemerintah sepenuhnya sesuai Undang – Undang dan peraturan yang berlaku.
- Hak ulayat yang berbunyi tentang tanah hutan kemasyarakatan yang diatur olehPemerintah sesuai Undang – Undang 1945 adalah Tanah hutan kemasyarakatan yang dikuasai oleh Desa masing – masing atau tata batas antara Desa dengan Desa lain. Serta pengembangan terhadap pengembangan pembangunan Desa.
II. MAKSUD DAN TUJUAN HUKUM ADAT TENTANG HAK ULAYAT.
- Sejak zaman leluhur sejak terjadinya peristiwa peristiwa – peristiwa bentrok yang berkepanjangan atau pertikaian antara suku – suku dayak pedalaman, sehingga terjadinya kesepakatan antara Tokoh – Tokoh masyarakat Dayak dari semua penjuruKampung – kampung akan mengadakan rapat Kepala Suku dan Damang – Damang di Tumbang Anoi sejak tahun 1894 adalah perdamaian antara Suku – Suku DayakKalimantan pada umumnya. /
- Penjelasan tentang hak ulayat yang diatur oleh hukum adat yang menyangkut, pohon-pohon besar yang dianggap keramat bagi Suku Dayak, sitas – sitas yang bersifat sakral, sandung – sandung / kuburan yang dikeramatkan, serta membuka hutan yang diberi tanda / sariang, hal ini berarti ada masyrakat yang ingin membuka lahan hutan untuk tujuan berladang atau berkebun. –
- Tutur kutak dari Nenek Moyang / Leluhur mengatakan hak ulayat sebenarnya menyangkut Hukum, Adat Dayak adalah dari sisi sungai dibunyikan sebuah gong, jika masih terdengar dari atas atau ke darat berarti itulah. Hak ulayat sesuai hukum adat dayak seluas ± 5 km.